“Kapan seharusnya kita menstimulasi/
mengajarkan anak kita keterampilan-keterampilan dasar seperti menulis, bahasa,
bermusik, atau mungkin toilet training?”,”Apakah lebih bagus dilakukan sedini
mungkin atau nanti saja ketika sudah dibutuhkan?”, itu adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan oleh orang
tua dalam setiap seminar parenting mengenai pertumbuhan&perkembangan
(tumbang) anak yang pernah saya ikuti dan juga pernah diajukan kepada saya
sendiri ketika diberi kesempatan mengisi sebuah seminar parenting ‘tumbang anak
usia 0-6 tahun’ di sebuah sekolah
swasta. Dari sebuah seminar yang
disponsori komunitas ‘Salman ITB” dan dibawakan oleh seorang ahli neurosains,
sekaligus dosen dari universitas ternama berlambang ganesha di kota Bandung,
Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Si, Med, inilah saya mengenal konsep “jendela
peluang” atau “windows of opportunity”
dalam manajemen tumbuh kembang anak.
Pemanfaatan jendela peluang, secara
tersirat termuat dalam QS. Al Qashash (28:14), dalam konteks pembelajaran Nabi
Musa as, “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah (kenabian) dan ilmu pengetahuan. Dan demikianlah Kami
memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”. Konsep “Jendela
Peluang” sebenarnya sudah dikenal juga dalam dunia ‘pergizian’, bahkan istilah
ini juga ada dalam ranah ‘kependudukan/demografi’. Secara istilah, periode
jendela peluang adalah suatu kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu yang
menguntungkan, sehingga kesempatan itu harus dimanfaatkan, karena bila
terlewatkan, maka risiko buruk akan terjadi di kemudian hari. Pada dunia gizi,
konsep ini biasa digunakan untuk memperbaiki gizi kelompok seperti pada ibu
hamil, ibu menyusui, dan bayi hingga anak usia 2 tahun. Di periode tersebut,
kecukupan gizi harus mendapatkan perhatian yang serius karena berpengaruh besar
pada perkembangan anak di masa mendatang. Sedangkan dalam dunia ‘tumbang’ anak,
dr.Tauhid menjelaskan bahwa ‘jendela peluang’ adalah pemetaan waktu-waktu ideal
yang apabila dimaksimalkan stimulusnya (tentu yang tepat) akan menjadikan otak
anak berkembang lebih optimal. Beliau menambahkan bahwa “munculnya konsep
jendela peluang didasarkan pada kenyataan bahwa otak manusia itu memiliki batas
waktu, dimana koneksi-koneksi dendrit* akan terhenti dan tidak akan pernah
terjadi lagi, walaupun plastisitas otak* senantiasa terjaga sampai usia tua”.
Disinilah orangtua harus sangat memperhatikan ‘pencekokan’ materi pengetahuan.
Pencekokan ini dapat terjadi kapan saja, akan tetapi pembentukan kompetensi
generik tidak bisa diulang dalam waktu yang berbeda. Kompetensi generik yang
dimaksud antara lain kemampuan mengendalikan diri dan bijak mengambil
keputusan, cerdas dan siap mengolah data dalam kondisi apapun, kelembutan hati
dan kemampuan berempati, dan kepribadian yang penuh kasih sayang. Secara
sederhana dapat digambarkan, apabila kompetensi generik seorang anak sudah
terbentuk dengan baik, materi pengetahuan apapun akan mudah diserap. Ibarat
membangun rumah, kita sering terburu-buru membeli barang-barang untuk mengisi
rumah yang sedang dibangun, sedangkan rumah itu sendiri belum selesai. Akibatnya,
pekerjaan para tukang bangunan menjadi terhambat karena rumah sudah dipenuhi
dengan perabotan.
Ada beberapa muatan yang dapat
diberikan sesuai tahap ‘tumbang’ anak, salah satunya adalah muatan ilmu
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan dasar yang sesuai dengan usia
perkembangan mereka, antara lain perkembangan motoris, pengendalian emosi,
bahasa, logis matematis, musik instrumental. Kita ambil contoh jendela peluang
untuk berbahasa yang mulai terbuka di usia 2 bulan. Daerah otak yang
berhubungan dengan bahasa menjadi sangat aktif pada usia 18 sampai 20 bulan.
Bayi yang menguasai 10 kata/hari, pada usia 3 tahun diperkirakan dapat
menguasai 900 kata pada usia 3 tahun, dan 3000 kata pada usia 5 tahun. Nah,
jika orangtua jarang berbicara, anak akan menguasai lebih sedikit
perbendaharaan kata. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2 kelompok anak-anak
dengan stimulasi diperdengarkan kata-kata dari orangtuanya selama usia 2 ½
tahun pertama mereka, kemudian diuji kecerdasannya pada usia 3 tahun, menunjukkan
bahwa mereka yang paling banyak mendengar kata-kata memberikan hasil yang lebih
baik dan terus berprestasi sepanjang pendidikan di sekolah dasar. Selain kuantitas
kata, kualitas katapun dapat menciptakan pengaruh yang nyata bagi perkembangan
emosional (Dan Baker).
*dendrit: juluran pada sel saraf, yang
menghantarkan impuls/stimulan menuju badan sel saraf
*plastisitas otak :
kemampuan otak untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan penyimpanan memori
dalam proses belajar
0 komentar:
Posting Komentar