Seminar kejiwaan yang saya ikuti
atas undangan teman yang sangat baik, di salah satu hotel ternama di Bandung, ditambah lagi gratis (he he), memberikan
ilmu yang sangat luar biasa. Sebagai dokter umum yang pernah bekerja di klinik
dan puskesmas, pasti pernah menemui pasien jenis ini, datang untuk berobat
dengan banyak keluhan, tapi ketika diperiksa tidak ada kelainan fisik yang
ditemukan (exclude pasien yg hanya datang karena surat sakit yaa), mimik muka
terlihat sangat cemas. Atau sebagai dokter UGD, menerima pasien yang merasa
mengalami serangan jantung, ketika diperiksa EKGnya, ternyata hasilnya normal. Nah bisa jadi pasien anda itu mengalami gangguan kecemasan, depresi, ataupun kombinasi keduanya.
Kecemasan adalah hal yang normal
dialami manusia, tapi kapankan suatu kecemasan bisa disebut suatu gangguan? Salah
satu dokter spesialis kejiwaan yang cukup senior menjelaskan, “jika kecemasan meningkat intensitasnya;
adanya gangguan pekerjaan, sosial, dan interpersonal; serta adanya gejala fisik
yang tidak bisa dijelaskan, maka bisa disebut sebagai gangguan kecemasan”. Sedangkankan
secara teori dalam DSM-5 diagnosis kejiwaan, ditandai dengan adanya gejala
panik berulang, ketakutan kena serangan
panik berikutnya, dan adanya respon maladaptif, minimal terjadi dalam 1 bulan,
dengan kemunculan minimal 1 gejala yang telah disebutkan. Gejala lainnya adanya
preokupasi terhadap kecemasan (sulit untuk dikontrol), mudah lelah, sakit otot,
dan rasa mengantuk, atau bisa juga disertai dengan dysphoric mood, yaitu keadaan sulit konsentrasi, gangguan tidur,
lemas, irritabilitas, dan mudah menangis.
“Gangguan kecemasan&depresi seringkali sulit terdiagnosis
dikarenakan pengobatan yang dilakukan fokus pada ‘symptom’ bukan pada ‘syndrom’’,
ungkap salah satu pemateri seminar tersebut. “Padahal penyakit kejiwaan ini
cukup serius, apalagi jika ditemukan bersamaan, komorbid antara gangguan cemas
dan depresi, dapat meningkatkan risiko bunuh diri dan prognosis yang buruk, maka
dari itu perlu segera dilakukan penanganan awal.”
Lalu apakah sebenarnya tujuan
dari penanganan awal gangguan cemas dan depresi? ,pemateri seminar dari
konsulen spesialis kejiwaan menjelaskan,
”tujuan yang benar
dari penanganan awal gangguan cemas&depresi adalah meningkatkan QOL
(quality of life) pasien, menghentikan gejala, menurunkan risiko keinginan
untuk bunuh diri dan menurunkan risiko gangguan disabilitas hingga kematian.”
“Medikasi yang paling sering
digunakan untuk penanganan awal penyakit kejiwaan ini adalah diazepam, sebagai ‘muscle
relaxant’ & anti kejang, serta aprazolam dan benzodiazepin untuk menangani
gangguan cemasnya, akan tetapi Aprazolam lebih baik dari benzodiazepin sebagai
medikasi anti kecemasan, karena efek sampingnya lebih dapat diterima”, ungkap
salah satu konsulen spesialis kejiwaan. Aprazolam
yang sering digunakan adalah aprazolam XR (extended release), yang dapat
menghambat gangguan kecemasan berulang setelah 1 minggu pengobatan.
Penanganan awal yang tidak kalah
pentingnya bahkan mungkin sering dilakukan dengan cara yang tidak tepat oleh
dokter (termasuk saya L)
adalah ‘konseling’. “Konseling dilakukan
untuk membantu pasien menyelesaikan masalahnya sendiri, harus dilakukan pada
ruangan yang dapat menjaga privasi pasien dan cukup tenang”, ungkap
pemateri. Ada beberapa prinsip konseling yang dijabarkan serta dipratekkan
langsung oleh dokter dokter muda dari bagian spesialis kejiwaan dalam seminar
ini, yaitu:
1.
Jadilah pendengar yang baik, bukan banyak bicara
seperti penceramah. Contoh :”sampaikan pada saya mengapa anda merasa sedih?”,
kemudian dengarkan penjelasan pasien sampai selesai, ‘Keep Quiet’
2. Pendengar
yang baik mengetahui apa yang dibutuhkan dan memberikan yang dibutuhkan, jadi jangan memberikan yang tidak dibutuhkan!
3.
Setelah mengetahui masalahnya, dan di otak kita
penuh dengan ‘advise’ untuk pasien, simpan
dulu ‘advise’ dalam otak kita!
4. Kemudian
tanyakan pertanyaan lain, yang paling penting
tanyakan mengenai solusi atas
masalah pasien menurut pasien sendiri
*konseling tidak dilakukan
pada gangguan jiwa berat dan pasien yang tidak ingin konseling
Terapi non medis lainnya
yang cukup sering dilakukan pada pasien dengan gangguan kecemasan/ obsesi yaitu
‘paradoxal intention’ dan ‘dereflection’
v Paradoxal
intention
Terapi ini dilakukan dengan memunculkan
gejala sekuat-kuatnya, sambil memunculkan rasa humor atas gejala tersebut,
sehingga gangguan kecemasan pasien berkurang
v Dereflection
Mengabaikan sesuatu yang menyenangkan yang
sangat diinginkan pasien (terutama untuk pasien obsesi), dengan cara
mengalihkan perhatiannya pada hal lainnya yang juga disenangi pasien
0 komentar:
Posting Komentar